Senin, 19 Desember 2011

Sastra Nusantara

Mata Kuliah      : Sastra Nusantara
Pokok Bahasan : Budaya dalam Sastra
Pertemuan Ke-1
Pembahasan
Pelajaran 1
Budaya dalam Sastra
Sastra merupakan produk budaya, karena sastra dilahirkan dari kehalusan budi dan imajinasi pengarangnya. Secara etimologi budaya atau culture berasal dari bahasa Latin, yaitu colere yang berarti bercocok tanam. Dan dalam bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Budi atau akal di sini, tentu saja budi dan akal manusia, sebab manusia merupakan obyek dari kebudayaan. Menurut pendapat Poerwanto (2000: 43) manusia merupakan makhluk yang memiliki ciri beraneka-ragam atau poligenetis, memiliki cara pikir, memiliki cara pandang, dan memiliki peradaban, maka makhluk manusia tersebut disebut makhluk berbudaya.  Alasannya, karena hakikat kebudayaan menurut Poerwanto (2000: 50-51) adalah cara hidup makhluk manusia yang tercermin dalam pola-pola tindakan (action) dan kelakuannya (behavior), dan terwujud dalam kehidupannya. Artinya, manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan, sebab pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri.
Pendapat Poerwanto tersebut sejalan dengan pikiran Koentjaraningrat (1994: 1) bahwa kebudayaan adalah pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasrat akan keindahan. Lebih jauh Koentjaraningrat menjelaskan, bahwa kebudayaan merupakan seluruh pikiran, sebuah karya dan hasil karya manusia yang dicetuskan melalui proses belajar. Semua hasil karya tersebut meliputi hampir seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya.
Sedangkan menurut pendapat Popenoe (1983: 52) kebudayaan atau culture as the system of values and meanings shared by a group or society, including the embodiment of those values and meaning in material objects.
Berlainan dengan pendapat Pai (1990: 21) bahwa culture is most commonly viewed as that pattern of knowledge, skills, behaviors, attitudes and beliefs, as well as material artifacts, produced by a human society and transmitted from one generation to another.
Adapun menurut pendapat Munch (1992: 5) kebudayaan atau culture as a thing of shreds and patches which suggested a miscellaneous congeries of religion, philosophy, technology, custom, and artifacts held together by no principle whatsoever.
Saini dalam Jurnal Dangiang (01/1999 hal. 10) berpendapat, bahwa kebudayaan itu adalah hasil kreativitas manusia di dalam mengolah dan atau merekayasa lingkungan ragawi dan jiwaninya, sehingga ia selamat (survive) dan sejahtera (grow).
Sucipto dkk (1997: 17) menyatakan bahwa kebudayaan adalah isi dari hubungan-hubungan komponen sumber-sumber yang terakumulasikan, baik yang bersifat material maupun immaterial, yang diwarisi, dipergunakan, diubah, ditambah, dan dikembangkan oleh sekolompok manusia.

2.2.Unsur-unsur Kebudayaan
Kebudayaan memang sangatlah kompleks, dan berbeda-beda bergantung suku, agama, serta pendidikan yang membentuknya. Tetapi menurut pendapat Koentjaraningrat (1994: 2) bagaimanapun kompleksnya suatu kebudayaan, tetap kebudayaan memiliki unsur-unsur yang membentuknya, yaitu
a.       Unsur religi dan upacara keagamaan,
b.      Unsur organisasi kemasyarakatan,
c.       Unsur pengetahuan,
d.      Unsur bahasa,
e.       Unsur kesenian,
f.       Unsur mata pencaharian hidup, dan
g.      Unsur teknologi dan peralatan.
 Unsur-unsur kebudayaan tersebut berakumulasi pada sebuah wujud kebudayan. Tiga wujud kebudayaan menurut pendapat Koentjaraningrat (1994: 5), yaitu
1.  Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari idee-idee, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya,
1.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
2.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar