Senin, 19 Desember 2011

Mata Kuliah  : Evaluasi Peng. Bahasa Indonesia 1

Mata Kuliah      : Evaluasi Peng. Bahasa Indonesia
Pokok Bahasan : Penyusunan Soal Ujian Bahasa
Pertemuan Ke-4
Pembahasan
4.    PENYUSUNAN SOAL UJIAN BAHASA
Sebelum membahas cara-cara penyusunan soal ujian, ada baiknya kalau kita mengenal terlebih dahulu jenis-jenis ujian yang biasa dilakukan di dunia pendikan. Pengenalan ini akan sangat bermanfaat bagi calon penulis soal, sebab jenis ujian turut mempengaruhi proses penyu-sunan soal itu sendiri.

4.1  Jenis Ujian
Secara umum kita mengenal dua jenis ujian, yaitu Ujian Standar dan Ujian Buatan. Menurut Halim (op.cit:4),
“Ujian Standar biasanya dibuat oleh berbagai badan, panitia, atau pusat pengujian yang anggota-anggota-nya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pengujian. Ujian standar biasanya dilaksanakan secara besar-besaran, diikuti oleh ribuan, puluhan ribu, bahkan ratusan ribu pengikut ujian yang tersebar di seluruh Negara, bahkan di seluruh dunia”.

            Dalam penyusunan Ujian Standar ini, biasanya ciri pokok dan persyaratan ujian yang baik dikaji secara sadar dan berencana, serta diusahakan pula penemuhannya. Ini semua dilakukan dengan harapan agar dapat menghasilkan soal yang bermutu, dalam arti sesuai dengan tujuan penyu-sunannya. Soal Ujian Standar diharapkan betul-betul memi-liki tingkat keterandalan yang tinggi dan dapat digunakan secara praktis.
Bagaiamana dengan Ujian Buatan Guru? Menurut Halim (Ibid:3) “Ujian Buatan Guru (Ujian Sekolah) biasa-nya dibuat, dilaksanakan, diperiksa, dinilai, dan ditafsirkan sendiri oleh guru yang bersangkutan. Lebih lanjut dijelas-
kannya bahwa penyusunan Ujian Buatan Guru biasanya langsung dihubungkan dengan tujuan pelajaran yang ter-cantum dalam kurikulum yang dijadikan sebagai Pedoman oleh sekolah tempat mereka bertugas.
Dalam pandangan Djiwandono,  (1996:23) Ujian Buatan Guru “ … sering disusun dan disiapkan dengan cara dan prosedur seperlunya saja, tanpa melalui kajian yang rin-ci dan saksama terhadap ciri-ciri utamanya, seperti reliabili-tas, tingkat kesulitan, dan sebagainya”. Kebiasaan seperti ini tentu saja tidak layak untuk dihidupsuburkan, karena soal yang dibuat seadanya biasanya juga akan membuahkan hasil yang seadanya pula.
Berdasarkan uraian di atas, kiranya perlu disadari bahwa setiap guru perlu memiliki kemampuan dalam me-nyusun soal-soal ujian dengan baik, minimal dalam menyu-sun Ujian Sekolah. Soal-soal Ujian Sekolah perlu diting-katkan kualitasnya, agar hasil yang diperoleh betul-betul mencerminkan kompetensi dan performansi siswa secara utuh dan nyata.
Sajian berikut dimaksudkan untuk membekali para guru pemula dan atau calon guru bahasa Indonesia dalam menyusun soal yang baik, khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk ini, mari kita cermati terlebih dulu ciri-ciri ujian yang baik.

4.2  Ciri Ujian yang Baik
                   Setiap penyusun soal seharusnya selalu berupaya
dengan segala cara untuk menghasilkan soal ujian yang baik. Halim (1982:21) mengatakan bahwa soal yang baik memiliki tiga ciri utama yaitu (1)Terpercaya, (2) Tepat, dan (3) Praktis. Selanjutnya Arikunto (2005:50) mengetengah-
kan lima ciri ujian yang baik, yakni (1) Validitas, (2) Re-liabilitas, (3) Objektivitas, (4) Praktikabilitas, dan (5) Eko-nomis.
            Agar Anda beroleh pemahaman yang memadai tentang ciri-ciri tersebut, pahamilah uraian selanjutnya.

1.    Terpercaya/Reliabilitas
                   Ciri pertama yakni “Terpercaya” yang dikemukakan
       Halim itu sama maksudnya dengan ciri “Reliabilitas” yang
       dikemukakan Arikunto. Katanya “Reliabilitas” itu berasal
       dari kata bahasa Inggris reliable yang artinya “dapat diper-
       caya”. Sebuah soal dikatakan reliable/dapat dipercaya jika
       soal tersebut memberikan hasil yang tetap/stabil, walaupun
       soal itu diujikan oleh orang yang berbeda, pada waktu yang
       berbeda, dan dilaksanakan dengan cara yang berbeda pula.
                   Uraian yang lebih lengkap dan lebih rinci tentang
       reliabilitas ujian serta cara-cara pengukurannya, insyaallah         akan disajikan pada bagian lain.

2.    Tepat/Validitas
                   Validitas merupakan ciri terpenting yang seharusnya
dimiliki oleh setiap ujian. Sebuah soal ujian dikatakan me-miliki validitas apabila soal itu dapat dengan tepat mengu-kur apa yang hendak diukur. Ini berarti bahwa validitas sa-ngat berbungan erat dengan ketepatan pencapaian tujuan pelaksanaan ujian itu sendiri. Dengan kata lain sebenarnya ciri validitas ini lebih terkait dengan kesesuaian/ketepatan hasil ujiannya.
                   Beberapa pakar di bidang evaluasi (Halim,1982;

       Djiwandono, 1996; dan Arikunto, 2005)  membagi validitas
       atas beberapa macam. Mari kita simak beberapa di antara-
       nya.
      
a)    Validitas isi (Content validity)
                   Validitas isi menuntut adanya kesesuaian isi antara kemampuan yang hendak diukur dengan soal ujian yang digunakan untuk mengukurnya. Kesesuaian ini tercermin pada jenis kemampuan yang dituntut oleh soal dan hasil yang ditunjukkan siswa. Oleh karena itu, sebuah soal ujian dapat dikatakan memiliki validitas isi apabila soal tersebut betul-betul mengukur pencapaian indikator sesuai materi pelajaran yang diberikan. Misalnya soal-soal yang dimak-sudkan untuk mengukur keterampilan menulis, betul-betul menuntut siswa menunjukkan performansinya di bidang menulis, bukan mengukur penguasaan teori menulis.

b)                 Validitas Empiris (Empirical validity)
      Arikunto(2005:59) menamai validitas empiris de-ngan sebutan “validitas ada sekarang” (Concurrent validi-ty). Menurutnya, “Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman”. Cara ter-baik untuk mengetahui apakah soal ujian memiliki validitas empiris, antara lain dengan jalan melihat korelasi hasil ujian yang diperoleh siswa dengan komponen lain yang tidak ada hubungannya dengan ujian itu, misalnya dengan melihat nilai rapor dan hasil pengamatan langsung guru terhadap kompetensi dan performansi siswanya.

c)    Validitas Bentuk (Face validity)
      “Ketepatan bentuk (face validity) adalah ketepatan ujian berdasarkan apa yang tampak” (Halim, 1982:35).
Dia mengangkat pula istilah “ketepatan wajah” untuk mendampingi istilah “validitas bentuk”. Menurutnya ketepatan wajah tidak boleh diabaikan oleh penyusun soal ujian, sebab bila wajah soal kacau, tidak jelas, tidak teratur susunannya, biasanya kurang diminati oleh pe-nyelenggara ujian. Jika soal seperti itu dipaksakan pe-makaiannya, biasanya akan membuat pengikut ujian kurang berminat mengerjakan soal tersebut.
           Oleh karena itu, para penyusun soal seyogyanya berusaha dengan segala cara untuk menghasilkan soal-soal yang memiliki ketepatan bentuk ini.

3.    Praktis (Practicality)
       Soal yang baik seharusnya juga memiliki ciri prak-tis, artinya dapat digunakan sesuai situasi dan kondisi yang ada. Arikunto (2005:54) mengedepankan tiga ciri ujian yang yang dipandang praktis., yaitu:
a)    mudah melaksanakannya, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa;
b)   mudah memeriksanya, artinya soal itu dilengkapi dengan kunci jawaban dan pedoman penyekorannya;
c)    Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas, sehingga pelaksanaan ujiannya dapat diwakilkan kepada orang lain.
            Jadi, betapa pun valid dan reliabelnya sebuah soal, tetapi kalau tidak dapat digunakan dengan mudah pada situasi dan kondisi tertentu, tetap saja soal tersebut belum dapat dipandang sebagai soal yang baik.
            Sehubungan dengan kepraktisan soal ini, Halim juga mengaitkannya dengan penghematan waktu, biaya, dan tenaga, yang oleh Arikunto disebut dengan ciri  ekonomis.
            Berbekal sajian singkat tentang jenis ujian dan ciri ujian yang baik yang sudah dikemukakan sebelumnya, diharapkan para guru dan atau calon guru bahasa Indonesia
selalu berupaya untuk berlatih menulis soal-soal ujian  bahasa    Indonesia yang baik, sesuai kriteria di atas dan sesuai pula dengan tuntutan kisi-kisi.

4.3  Komponen Bahan Uji Bahasa dan Sastra Indonesia

Bahasa –termasuk bahasa Indonesia-- selalu dipan-dang dari dua sudut, yaitu bahasa sebagai ilmu dan bahasa sebagai suatu keterampilan (language as sciences and art). Sebagai ilmu, bahasa merupakan sebuah obyek, setumpukan substansi material yang dapat dikaji dan dianalisis. Sebagai keterampilan, bahasa merupakan seni mempergunakannya dalam berkomunikasi antar manusia. Semua unsur bahasa yang berupa substansi material digolongkan ke dalam satu istilah yang diberi label kebahasaan, yang meliputi bunyi-bunyi bahasa dan cara mengucapkannya, kata-kata dengan bentuk dan artinya, kalimat dengan semua strukturnya, unsur-unsur dan hukum-hukum  tatabahasa yang berkaitan dengan pembentukannya. Ke dalam komponen kebahasaan ini juga dimasukkan hal-hal yang berada di luar substansi bahasa itu sendiri, seperti sejarah bahasa, penggunaan bahasa di tengah masyarakat, perencanaan dan pembinaan bahasa, serta yang sejenisnya.
Selain komponen kebahasaan, bahan uji bahasa Indo-nesia yang justru perlu menjadi fokus utama dalan penilaian adalah komponen keterampilan berbahasa, baik untuk tujuan reseptif maupun produktif. Sasaran pengujian bahasa untuk komponen ini harus betul-betul diarahkan pada peng-ukuran kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Selain itu setiap guru bahasa Indonesia perlu pula menyadari bahwa keterampilan berbahasa ini pada hakikat-nya merupakan suatu keterampilan yang utuh dan bulat, ti-dak terpilah-pilah. Oleh karena itu alat evaluasi yang disusun seyogianya juga merupakan satu utuh dan memiliki keter-paduan.
Karena disadari memang ada variabel lain yang juga penting selain variabel kebahasaan, yaitu kesusastraan, maka ia dimasukkan ke dalam komponen tersendiri yang diberi la-bel komponen  kesusastraan. Sesuai tujuan pembelajaran sastra yaitu untuk berapresiasi sastra dan berekspresi sastra, maka pengujian komponen ini pun harus dirancang untuk pengukuran kedua hal tersebut.
Dengan uraian singkat di atas, kiranya dapat disim-pulkan bahwa bahan uji bahasa dan sastra Indonesia dapat dipilah menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) komponen kebahasaan, (2) keterampilan, (3) dan kesusastraan. Setiap komponen memiliki berbagai aspek dengan penekanan perilaku yang tidak sama. Oleh karena itu dalam penulisan soal pun, para guru perlu memperhatikan penekanan dan perilaku setiap aspeknya.
Dalam merancang soal ujian bahasa dan sastra Indonesia, guru harus  selalu ingat bahwa soal yang akan disusun adalah soal yang bersifat komunikatif dan integratif. Bagaimana menyusun soal bahasa Indonesia yang komuni-
katif dan integratif dengan memadu aspek-aspek di atas beserta penekanannya? Inilah yang perlu dipikirkan oleh setiap guru dan calon guru bahasa Indonesia yang profe-sional. Untuk mengukur kompetensi dan performansi Anda di bidang ini, mari berlatih menyusun soal yang baik, yang komunikatif, dan yang integratif. Agar soal yang dibuat betul-betul valid dan reliable, tentu saja Anda perlu meng-awali pekerjaan penyusunan soal ini dengan pembuatan kisi-kisi yang baik pula.  Selamat berkiprah, semoga Andalah calon evaluator yang baik itu.! Amin.


4.4  Latihan 3

Mari berlatih mengukur tingkat pemahaman Anda
       terhadap materi butir empat, melalui kegiatan menjawab
       pertanyaan di bawah ini.

       1. Jelaskanlah perbedaan antara Ujian Standar dengan Ujian
           Buatan Guru.
       2. Tulislah tiga ciri ujian yang baik, kemudian uraikan
            masing-masingnya dengan singkat.
       3.  Tulislah tiga komponen bahan uji bahasa dan sastra Indonesia, setelah itu buatlah uraian yang rinci untuk masing-masing komponen tersebut.
       4. Buatlah satu contoh soal bahasa Indonesia yang baik untuk setiap komponen bahan uji bahasa dan sastra Indonesia. Soal yang Anda buat didasarkan pada tuntutan KTSP SMA. Silakan pilih sendiri Kompetensi Dasarnya, kemudian jabarkan indikator yang cocok dengan KD itu.
       Selamat, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar