Senin, 19 Desember 2011

Mata Kuliah  : Evaluasi Peng. Bahasa Indonesia pertemuan ke 5

Mata Kuliah      : Evaluasi Peng. Bahasa Indonesia
Pokok Bahasan : Pengolahan Hasil Ujian
Pertemuan Ke-5
Pembahasan
5. PENGOLAHAN HASIL UJIAN
Pengolahan hasil ujian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan dan proses pembelajaran pada umumnya, sebab efektifitas kegiatan pembelajaran salah sa-tunya diwarnai oleh efektivitas pengolahan hasil ujian itu sendiri. Kegiatan pembelajaran akan dipandang efektif jika didukung oleh kegiatan pengolahan hasil belajar yang efektif pula. Sayangnya masih ada guru yang melakukan pengolahan hasil ujian secara asal-asalan, sekedar untuk bukti bahwa me-reka mampu memberi nilai kepada murid-muridnya.
Sehubungan dengan kegiatan pengolahan hasil ujian itu, ada tiga pekerjaan pokok yang seharusnya dilakukan gu-ru, yaitu tahap koreksi, tahap pemberian nilai, dan tahap pe-nentukan kedudukan siswa dalam kelompoknya. Ketiga pe-kerjaan ini sangat menuntut  ketekunan dan kesadaran yang tinggi dari setiap guru selaku evaluator.
Pada tahap koreksi, yang seharusnya dilakukan gu-ru adalah membaca lembar jawaban siswa dengan teliti, de-ngan tujuan untuk melihat apakah jawaban mereka sudah se-suai dengan tuntutan kunci jawaban atau belum, kemudian memberi skor pada setiap lembar jawaban yang sudah dibaca.
 Dalam kacamata Arikunto (2005:275) “Hampir se-mua guru tidak menyenangi pekerjaan koreksi dan membuat catatan tentang hasil prestasi siswa. Pekerjaan itu membutuh-kan ketekunan dan ketelitian yang luar biasa dan menuntut banyak energi”. Benarkah demikian? Jika ya, wajar kalau mutu pendidikan di negara kita terpuruk. Apalagi kalau yang malas mengoreksi itu adalah guru bahasa Indonesia, sebab guru bahasa terutama dalam pembelajaran mengarang, betul-betul dituntut mampu memberikan balikan terhadap karangan siswa, sampai pada hal-hal yang sekecil-kecilnya seperti ma-salah titik dan koma.
Cara paling sederhana dalam menetapkan skor
mentah (row score) adalah dengan jalan menjumlahkan se-mua skor jawaban betul dari setiap butir soal. Bagi siswa, skor ini belum dapat dianggap sebagai cerminan prestasi akademik mereka. Oleh karena itu, menurut Arikunto (2005:22) setiap guru diwajibkan untuk  mengubah skor itu menjadi skor berstandar 100.
Sesudah mengoreksi semua lembar jawaban siswa, pekerjaan selanjutnya adalah melakukan pemberian nilai
kepada siswa sesuai skor yang terdapat pada setiap lembar jawaban yang sudah diperiksa. Pada tahap ini skor mentah dikonversikan menjadi nilai berstandar 100.Untuk mengkon-versikan skor ke dalam nilai berstandar ini, guru terlebih da-hulu perlu menetapkan skor maksimun dari suatu ujian. Sete-lah itu menghitung nilai setiap siswa dengan cara membagi skor perolehan dengan skor maksimun, kemudian dikalikan 100 %. Hasil perhitungan inilah yang kemudian ditetapkan sebagai nilai masing-masing siswa.

     Contoh A:
Skor maksimum yang diharapkan dari suatu ujian adalah 40. Aya  mendapat skor 24. Ini berarti bahwa Aya sebenarnya hanya menguasai 60 %  ( 24 x 100 % ) dari tuntutan
                                         40                                     ketuntasan hasil belajar. Dalam kenyataan seperti ini, guru dapat memberikan nilai 60 kepada Aya.

Contoh B:
Skor yang diperoleh Azam 36. Sesuai proses pengubahan skor yang dilakukan terhadap Aya, berarti Azam layak men-dapat nilai 90 ( 36 x 100 % ), karena dia menguasai 90 %
                         40                            
materi dari target ketuntasan belajar yang ditetapkan.
              Dengan mencermati kedua contoh sebelumnya, ki-
ranya Anda dapat membedakan antara skor dengan nilai. Ba-gi Aya 24 adalah skor perolehan, sedangkan nilai yang layak diterimanya adalah 60. Begitu pula dengan Azam, dia berhak mendapat nilai 90 walaupun skor perolehannya hanya 36.
              Kini waktunya guru untuk masuk pada tahapan ter-akhir dari proses pengolahan hasil ujian, yaitu tahap penen-tuan kedudukan siswa dalam kelompok. Pada tahap ini pe-kerjaan guru adalah membandingkan prestasi seorang siswa dengan prestasi siswa lain dalam kelompok/kelasnya. Harap diingat!  Kualitas seorang siswa sangat dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Azam dengan nilai 90-nya mungkin akan dianggap “Jago” oleh teman-teman-temannya, tetapi tidak tertutup kemungkinan dia hanya akan masuk kelompok “Sedang” manakala dia pindah ke kelas/kelompok lain.
              Ada beberapa cara yang biasa digunakan orang da-lam menentukan kedudukan siswa dalam kelompok, di anta-ranya dengan (1) ranking sederhana/simple rank, (2) rangking persentase/percentile rank, (3) standar deviasi, dan dengan z-score.  Sajian berikut hanya akan menyajikan cara penentuan kedudukan siswa dengan standar deviasi. Untuk ini biasanya para pakar evaluasi menggunakan PAP, PAN, dan gabungan PAP dengan PAN.

5.1  Penilaian Acuan Patokan (PAP)

PAP (Criterion Referenced Evaluation) mencoba menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan mem-bandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Pa-tokan ini biasanya ditetapkan sebelum pembelajaran dimulai dan digunakan sebagai “standar kelulusan”. Standar kelu-lusan ini di dalam PAP bersifat ajeg dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu PAP ini dikenal pula dengan na-ma “Standar Mutlak”.
Berhubung standar penilaian ditentukan secara mut-lak, maka banyaknya siswa yang lulus dan memperoleh nilai tinggi  akan mencerminkan prestasi siswa, sekaligus juga mencerminkan penguasaannya terhadap bahan pelajaran. Se-bagai konsekuensi logis  penggunaan standar mutlak ini, sa-ngat mungkin terjadi bahwa sebagian besar siswa dalam satu kelompok lulus dengan nilai tinggi, atau sebagian besar sis-wa tidak lulus karena nilainya  di bawah standar minimal, atau jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi dan rendah  mungkin pula berimbang. Hasil pengolahan  yang demikian jika digambarkan dalam bentuk kurva yang akan berwujud kurva juling positif, kurva juling negatif, dan kurva normal.

Ø  Penetapan Patokan
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP dilakukan dengan membandingkan nilai hasil tes yang diperoleh siswa
dengan patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi kriteria yang dipergunakan untuk menetapkan besar-nya patokan itu sendiri  hingga kini belum ada kesepakatan. Oleh karena itu selama ini setiap lembaga/sekolah biasanya bersepakat untuk membuat patokan yang akan diberlakukan di tempat masing-masing.

Ø  Penggunaan PAP
PAP pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat pe-nguasaan bahan pelajaran.Pengujian tingkat penguasaan bahan biasanya dilaksanakan pada pengajaran yang berori-entasi pada tujuan dan strategi belajar tuntas.  Oleh karena itu nilai seorang siswa yang ditafsirkan dengan standar

mutlak, sekaligus menunjukkan tingkat penguasaan riilnya
terhadap bahan pelajaran dan juga merupakan standar pen-capaian indicator sesuai dengan standar ketuntasan belajar.

Agar nilai yang diperoleh siswa dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu mencerminkan tingkat penguasaan siswa, maka alat tes yang dipergunakan harus dapat diper-tanggungjawabkan, baik dari segi kelayakan, kesahihan, maupun keterpercayaannya. Butir-butir tes yang disusun harus sesuai dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diberikan.          

Ø  Kelebihan PAP
1)      Hasil PAP merupakan  umpan balik yang dapat diguna-kan guru sebagai introspeksi tentang program pembela-jaran yang telah dilaksanakan.
2)      Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan tentang perlu atau tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.                                               
3)      Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelak-sanaan program remidi.   

5.2  Penilaian Acuan Norma (PAN)
PAN (Norm Referenced Evaluation) dikenal pula dengan sebutan “Standar Relatif” atau norma kelompok. Pendekatan ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membanding-kannya dengan hasil tes siswa lain dalam kelompoknya.  Alat pembanding itu ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh siswa dalam satu kelom-
pok. Ini berarti bahwa standar kelulusan baru dapat diten-tukan setelah diperoleh skor siswa. Hal inimengisyaratkan kepada kita bahwa standar yang dibuat untuk kelompok tertentu tidak dapat digunakan untuk kelompok lainnya. Begitu pula dengan standar yang digunakan untuk hasil tes sebelumnya tidak dapat digunakan untuk hasil tes sekarang atau yang akan datang. Jadi setiap kali kita memperoleh da-ta hasil tes, kita dituntut untuk membuat norma baru. Jika dibandingkan anatara norma yang satu dengan yang lainnya mungkin saja akan ditemukan standar yang sangat berbeda. Jika kelompok tertentu kebetulan sis-wanya pintar-pintar, maka norma/standar kelulusannya akan tinggi. Sebaliknya jika sis-wanya kurang pintar, maka standar kelulusannya pun akan rendah. Itulah sebabnya pendekatan ini disebut standar relatif.
Pendekatan PAN ini mendasarkan diri pada asumsi distribusi normal, walaupun kadar kenormalannya tidak selalu sama untuk tiap kelompok. Dengan demikian, walau tiap-tiap kelompok sama-sama menghasilkan kurva normal, mean kurva yang satu dengan kurva lainnya mungkin saja berbeda. Sebagai konsekuensinya, seorang siswa yang memperoleh nilai tinggi dalam suatu kelompok mungkin akan memperoleh nilai rendah jika ia dimasukkan ke dalam kelompok lainnya. Demikian pula sebaliknya.
                                                                                                                                            
Ø  Pedoman Konversi PAN
Konversi didasarkan pada Mean dan Standar Deviasi (SD) yang dihitung dari hasil tes yang diperoleh. Oleh karena itu untuk membuat standar penilaian atau  pedoman konversi, terlebih dahulu kita harus menghitung Mean dan SD-nya. Jika dihubung-kan dengan skala penilaian, maka pedoman konversi untuk PAN dapat mempergunakan berbagai skala, misalnya skala lima, sembilan, sepuluh, dan seratus.


Ø  Penggunaan PAN
Berbeda dengan PAP, PAN tidak dapat digunakan untuk
mengukur kadar pencapaian tujuan dan tingkat penguasaan bahan. PAN sering digunakan untuk fungsi prediktif, mera-malkan keberhasilan pendidikan siswa di masa mendatang atau untuk menentukan peringkat/kedudukan  siswa dalam kelompok.
                                          
Ø  Keunggulan PAN
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti tersaji di bawah ini:
1)      Hasil PAN dapat membuat guru bersikap positif dalam
memperlakukan siswa sebagai individu yang unik.
2)      Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik tentang
kedudukan siswa  dalam kelompoknya.
4)      PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.

Demikian informasi singkat tentang PAP dan PAN sebagai pendekatan dalam penentuan kedudukan siswa dalam kelompok. Bagaimana penerapannya? Insyaallah akan disajikan dalam bagian lain. Untuk sementara, silakan Anda pelajari sendiri melalui buku-buku yang sudah diperkenal-kan dalam Daftar Pusta.
Selamat berkiprah sebagai calon evaluator yang baik, semoga hasilnya bermanfaat bagi semua pihak.



5. PEMANFAATAN HASIL EVALUASI
Hasil evaluasi sangat banyak manfaatnya. Ini akan dirasakan terutama sekali oleh para guru dan para peneliti yang menyadari betul pentingnya peranan evaluasi dalam dunia pendidikan. Kecuali itu siswa yang terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran tentunya juga selalu menung-gu-nunggu bukti nyata dari hasil kerja keras mereka selama belajar pada jenjang pendidikan tertentu.Begitu pula dengan para orang tua siswa yang sudah mempercayakan pendidik-an anak-anak mereka kepada guru.
Oleh karena itu, jika seorang guru mampu melapor-kan hasil evaluasi belajar sesuai dengan kualitas riil para siswa, seyogyanya dia harus bersyukur karena sudah beker-ja sebagaimana layaknya seorang guru professional. Hasil evaluasi yang reliable yang dilaporkan guru kepada murid-muridnya melalui buku Rapor, merupakan bukti kongkret atas tanggung jawab profesionalnya. Hasil evaluasi yang seperti ini tentunya akan sangat berterima di hati murid dan para orang tua siswa. Inilah manfaat pertama dan utama dari hasil evaluasi itu, yakni sebagai laporan pertanggungjawab-an guru kepada siswa dan orang tua murid, juga kepada Kepala Sekolah.
Kecuali sebagai laporan pertanggungjawaban, hasil evaluasi juga sangat bermanfaat sebagai umpan balik, guna mandapatkan masukan tentang keberhasilan dan atau kega-gagalan program pembelajaran. Ini penting, demi perbaikan program pengajaran di masa yang akan datang. Jika hasil evaluasi mengungkap fakta bahwa sebagaian besar siswa ternyata gagal mengikuti program pembelajaran, maka guru wajib merancang program remedial.
Untuk kepentingan yang lebih luas, hasil evaluasi pun dapat dimanfaatkan sebagai sumber data bagi pene-litian-penelitian di bidang pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar