Mata Kuliah : Logika Berbahasa Indonesia |
Pokok Bahasan : Kesesatan |
Pertemuan Ke-12, 13 |
Pembahasan |
BAB 10 KESESATAN A. Pengertian Kesesatan Logika lahir salah satunya berusaha mencoba membantah pikiran-pikiran lain dengan cara menunjukan kesesatan penalarannya. Kesesatan penalaran ini ada yang disengaja ada pula yang tidak disengaja. Kesesatan yang tidak disengaja muncul sebagai bukti bahwa kemampuan berpikir manusia terbatas, atau karena ketidaksadaran pelaku itu. Istilah kesesatan merupakan terjemahan dar fallacia atau fallacy. Dalam percakapan sehari-hari, kita sering mendengar ujaran – yang kalau dihayati secara logis – ternyata tidak benar atau menyesatkan. Kesesatan berlogika ini bukan disebabkan oleh kesalahan data atau fakta, melainkan kesalahan dalam mengambil konklusi. Konklusi yang diambil bukan atas dasar logika atau penalaran yang sehat. Contoh pernyataan yang menyesatkan, “Bertani itu menyehatkan, oleh karena itu, setiap petani pasti sehat”. Berdasarkan paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kesesatan merpakan suatu akibat pengambilan konklusi yang bertentangan dengan pikiran yang logis. Soekadijo menyebutkan bahwa kesesatan dalam penalaran dapat terjadi karena yang sesa itu disebabkan oleh beberapa hal yang tampaknya masuk akal. Jika seeorang mengemukakan sebuah penalaran yang sesat dan dia sendiri tidak melihatnya sebagai sesuatu kesesatan, maka penalaran sasat seperti itu disebut paralogis. Sebaliknya, jika penalaran yang sesat itu sengaja dilakukan untuk menyesatkan orang lain disebut sofisme. B. Macam-macam Kesesatan Logika bukan hanya mencari kebenaran formal pada bentuk, melainkan juga mencari kebenaran segi materinya (hakikatnya). Jadi, pengertian kesesatan ini dapat pula meliputi bentuk dan atau isinya. Untuk menentukan macam-macam atau bentuk-bentuk kesesatan ini, para pakar logika yang satu dengan lainnya masih belum mampu melahirkan satu kesimpulan yang sempurna. Maksudnya, belum ada klasifikasi kesesatan yang memadai yang dapat diterima oleh umum. Orang membuat penalaran yang menyesatkan dapat ditempuh atau tertempuh dengan cara yang berbeda yang tidak terbatas. Soekadijo menyatakan bahwa Aristoteles sendiri hanya menyebutkan tiga belas tipe, namun ahli-ahli logika modern dewasa ini mengenal lebih dari seratus tipe. Kesesatan dapat terjadi karena system atau sifat bahasa. Penalaran juga dapat sesat karena tidak adanya hubungan logis antara premis dengan konklusi. Kesesatan seperti ini disebut kesesatan relevansi mengenai materi penalaran. Oleh karena itu, soekadijo memisahkannya menjadi dua bagian yaitu kesesatan karena bahasa dan keesatan relevansi. 1. Kesesatan karena Bahasa Bahasa pada dasarnya merupakan seperangkat kaidah atau sistem. Sebuah bahasa pada hakikatnya unik. Tidak ada dua bahasa yang memiliki sistem yang persis, betapa pun dekatnya rumpun atau kerabat bahasa tersebut. Namun, kesamaan yang utama adalah bahwa bahasa pada prinsipnya sebagai alat komunikasi yang terdiri atas lapisan fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan terbesar wacana. Satuan terkecil bahasa yang mampu mewadahi konsep secara lengkap sebenarnya kalimat. Dengan kalimatlah kita dapat menuangkan ide, pikiran, perasaan, kehendak atau hayal sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Namun satuan kita dapat dijadikan lambing sebuah konsep. Kata-kata dalam bahasa dapat mempunyai makna yang berbeda-beda. Sebuah kata dapat saja mempunyai makna sebanyak lima buah jika digunakan dalam lima kalimat. Oleh karena itu, makna sebuah kata yang sebenarnya terdapat dalam sebuah kalimat. Namun dalam kalimat sendiri, kadang-kadang kita dapat menginterpretasikan makna lebih dari satu. Tentu saja, semua ini akan dapat menimbulkan kesesatan. Kesesatan karena bahasa dapat dibedakan atas: 1) kesesatan karena term ekuivokal, 2) kesesatan karena aksen atau tekanan, 3) kesesatan karena arti kiasan, dan 4) kesesatan karena amfiboli. 1) Kesesatan karena term ekuivokal Term ekuivokal yaitu term yang dialmbangkan oleh kata yang memiliki struktur fonologis yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Jika dalam suatu penalaran terjadi pergantian makna dari term yang sama, maka akan menimbulkan kesesatan penalaran. Contoh: (1) Abadi adalah sifat Allah (2) Adam adalah mahasiswa abadi Jadi Adam adalah mahasiswa yang memiliki sifat Allah. 2) Kesesatan karena aksen atau tekanan Yang dimaksud dengan tekanan dalam bahas yaitu suatu jenis unsur supresegmental bahasayang ditandai naik turunnya nada atau nyasing pelannya nada suatu arus ujaran. Dalam bahasa-bahasa tertentu tekanan ini akan dapat mempengaruhi makna. Maksudnya, sebuah term apabila diucapkan dengan tekanan yang berbeda, maka maknanya pun akan berbeda. Hal seperti ini dapat dilihat dalam bebebrapa bahasa Barat, misalnya bahasa Inggris dan Belanda. Apabila tekanan keras pada suatu bagian (segmen) sebah kata dipindahkan ke bagian lain, maka makna kata itu akan berubah. Contohnya: refuse = sampah refuse = menolak (Inggris) doorlopen = berjalan terus doorlopen = menjalani (belanda) Dalam bahasa Indian Amerika dan bahasa-bahasa Afrika, Samsuri menujukan bahwa nada atau tekanan dapat membedakan makna. Misalnya dalam bahasa Mongabdi di Kongo, nada tinggi menunjukan subjek tunggal (dialmbangkan dengan V), sedangkan subjek jamak dengan nada rendah (V). Contoh: Subjek tunggal subjek jamak Pergi gwe gwe Berenang gbo gbo Dalam bahasa Indonesia tidak ada tekanan yang berfungsi untuk membedakan makna. Namun ada pula bentuk-bentuk yang memiliki struktur fonologis yang sama tetapi merupakan dua buah kata yang berbeda. Contoh: (1a) Dia itu beruang (ber-u-ang) (1b) Dia itu beruang (be-ru-ang) (2a) Amir sedang memetik jambu monyet (2b) Amir sedang memetik jambu/monyet (tanda / sebagai jeda) Contoh seperti di atas disebut kekecualian atau kasus karena tidak ada aturan dalam bahasa Indonesia yang seperti itu. Hal tersebut bukan sebagai akibat dari sistem bahasa Indonesia yang seperti itu. Hal tersebut bukan sebagai akibat dari sistem bahasa Indonesia melainkan merupakan unsur kebetulan. Kata-kata yang dicetak miring merupakan dua buah kata bahasa Indonesia yang kebetulan memiliki struktur fonologis yang sama. Kata beruang (ber-u-ang) artinya ‘mempunyai uang’ sedangkan berang (be-ru-ang) maksudnya ‘nama binatang’. Jambu monyet merupakan kata majemuk yang menyatakan ‘nama jenis buah’ sedangakan jambu/monyet merupakan klausa yang menyatakan makna ‘makian’ atau ‘marah’. Dalam kalimat bahasa Indonesia, memang jeda atau perhentian dapat mengubah makna: Contohnya : (1a) Nani/istri Pak Camat yang cantik/berceramah (1b) Nani istri Pak Camat yang cantik/berceramah (2a) Perkawinan/yang membuat ia sengsara/jauh dar kerabat yang baik padanya dahulu (2b) Perkawinan yang membuat ia sengsara/jauh dari kerabat yang baik padanya dahulu. Pada contoh kalimat (1a) dapat ditafsirkan bahwa seseorang berkata kepada Nani tentang istri Pak Camat yang cantik yang berceramah. Kalimat (1b) dapat ditafsirkan bahwa ‘Nani adalah istri Pak Camat yang cantik’ itulah yang dimaksudkan. Pada kalimat (2b) dapat ditafsirkan bahwa ‘yang membuat ia sengsara dan jauh dari kerabat yang baik padanya dahulu adalah perkawinan’. Pada kalimat (2b) ‘yang menjauhkan dari kerabat yang baik padanaya dahulu adalah perkawinan yang membuat ia sengsara’. 3) Kesesatan karena makna kiasan Kita mudah membicarakan analogi metafora. Hal itu mengisyaratkan bahwa kita dapat melambangkan sebuah term, tetapi di samping itu terdapat pula makna sampingannya. Ada analogi arti sebenarnya dana analogi arti kiasan. Maksudnya, di samping persamaan, sekaligus terdapat perbedaanya. Jika dalam sebuah penalaran makna kiasan disamakan dengan makna sebenarnya atau sebaliknya, maka akan terjadi kesesatan karena makna. Suatu yang sangat aneh jika hal itu sampai terjadi, sampai ada orang yang mencampuradukkan makna kiasan dengan makna sebenarnya dari suatu ungkapan. Kesesatan seperti ini biasanya terjadi secara sengaja yang dilakukan oleh para pelawak untuk menimbulkan suatu kelucuan agar orang lain tertawa. Contoh : (1a) Tangan Amir melambai-lambai (1b) Nyiur di tepi pantai itu melambai-lambai. Jadi: Tangan Amir sama denga Nyiur di tepi pantai. 4) Kesesatan karena Amfiboli Amfiboli akan terjadi jika sebuah struktur kalimat mempunyai makna ganda atau bercabang. Perbedaan penfsiran itu karena aksen atau jeda, tetapi karena pembicara atau penulis membuat kalimat yang memang sedemikian rupa sehingga maknanya bercabang. Contohnya: Mahasiswa yang duduk di atas kursi yang paling belakang itu putra Pak Camat. Membaca kalimat tersebut kita mungkin akan menafsirkan apa yang paling belakang itu? Mahasiswanya atau mejanya. Soekadijo memberikan contoh kalimat bahasa Inggris yang beliau kutip dar tulisan Shakespeare, The duke yet lives that Henry shall depose. Apakah the duke yang akan menjatukan Raja Henry atau sebaliknya Raja Henry yang akan menjatuhkan the duke? Jika dalam sebuah penalaran kalimat amfiboli di dalam premis digunakan untuk arti yang satu, sedangkan di dalam konklusi artinya berbeda, maka terjadilah kesesatan karena amfiboli. Disini dituntut kehati-hatian pembicara atau penulis untuk menggunakan kalimat-kalimat sejenis itu. 2. Kesesatan Relevansi Kesesatan relevansi timbul jika orang menurunkan suatu konklusi yang tidak relevan dengan premisnya. Maksudnya, secara logis konklusi tidak terkandung atau tidak merupakan imflikasi dari premisnya. Soekadijo, selanjutnya memaparkan bentuk-bentuk kesesatan relevansi yang banyak terjadi seperti berikut ini. 1) Argumentum ad hominem Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak sesuatu usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi karena alas an yang berhubungan dengan kepentingan si pembuat usul. 2) Argumentum ad Verecundiam atau Argumentum Auctoritatis Kesesatan ini juga disebabkan oleh penolakan terhadap sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena disebabkan oleh orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, seorang pakar. Secara logis tentu dalam menerima atau menolak sesuatu tidak bergantung kepada orang yang dianggap pakar. Kepakaran, kepandaian, atau kebenaran justru harus dibuktikan dengan penalaran yang tepat. Pepatah latin berbunyi, “Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentation” ; yang maknanya, ‘Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya’. 3) Argumentum ad baculum Baculum artinya ‘tongkat’. Maksudnya, kesesatan ini timbul kalau penerimaan atau penolakan suatu penalaran didasarkan atas adanya ancaman hukuman. Jika, kita tidak menyetujui sesuatu maka dampaknya kita akan kena sanksi.kita menrima sesuatu itu karena terpaksa, karena takut bukan karena logis. 4) Argumentum ad misericordiam Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditujukan untuk menimbulkan belas kasihan sehingga pernyataan dapat diterima. Argumen ini biasanya berhubungan dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan. Misalnya, seorang pencuri yang tertangkap basah mengatakan bahwa ia mencuri karena lapar dan tidak mempunyai biaya untuk menembus bayinya di rumah sakit, oleh karena itu ia meminta hakim membebaskannya. 5) Argumentum ad populum Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian sesuatu secara logis tidak perlu. Yang diutamakan ialah menggugah perasaaan massa sehingga emosinya terbakar dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi tertentu. Yang seperti ini biasanya terdapat pada pidato politik, demonstrasi, kampanye, propaganda dan sebagainya. 6) Kesesatan non cause pro cause Kesesatan ini terjadi jika kita menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal sebenarnya bukan sebab, atau bukan sebab yang lengkap. Contohnya yaitu suatu peristiwa yakni Amir jatuh dari sepeda dan meninggal dunia. Orang menyebutnya bahwa Amir meninggal dunia karena jatuh dari sepeda. Akan tetapi menurut visum et repertum dokter, Amir meninggal dunia karena serangan penyakit jantung. 7) Kesesatan aksidensi Kesesatan ini terjadi jika kita menerapkan prinsip-prinsip umum atau pernyataan umu kepada peristiwa-peristiwa tertentu yang karena keadaanya yang bersifat aksedential menyebabkan penerapan itu tidak cocok. Contohnya, seseorang member susu dan buah-buahan kepada bayinya meskipun bayi itu sakit, dengan pengrtian bahwa susu dan buah-buahan itu baik bagi bayi, maka si ibu itu melakukan penalaran yang sesat karena aksidensinya. Contoh lain, yaitu makan itu pekerjaan yang baik. Akan tetapi jika kita makan ketika berpuasa, maka penalaran kita sesat karena aksidensi. 8) Kesesatan karena komposisi dan devisi Ada predikat-predikat yang hanaya mengenai individu-individu suatu kelompok kolektif. Kalau kita menyimpulkan bahwa predikat itu juga berlaku untuk kelompok kolektif seluruhnya, maka penlaran kita sesat karena komposisi. Misalnya, ada beberapa anggota-anggota polisi yang menggunakan senjatanya untuk menodong, kita simpulkan bahwa korps kepolisian itu terdiri atas penjahat. Sebaliknya, jika ada predikat yang berlaku untuk kelompok kolektif dan berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa setiap anggota dari kelompok kolektif itu tentu juga menyandang predikat itu, maka penalaran itu sesat karena devisi. 9) Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bersifat kompleks yang dapatdijawab oleh lebih dari satu pernyataan, meskipun kalimatnya sendiri tunggal. Contohnya, jika ada pertanyaan, “Coba sebutkan macam-macam kalimat!”, maka jawabannya anatara lain: Kalimat tunggal dan kompleks ; kalimat berita, perintah, dan pertanyaan ; kalimat aktif dan pasif ; kalimat susun normal dan inversi. 10) Argumentum ad ignorantum Argumentum ad ignorantum adalah penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi atas dasar bahwa negasinya tidak terbukti salah, atau yang menyimpulkan bahwa sesuatu konklusi itu salah karena negasinya tidak terbukti benar. Contohnya, jika kita menyimpulkan bahwa mahluk “berbadan halus” itu tidak ada karena tidak dapat kita lihat, hal ini sama saja dengan pernyataan bahwa di Kepulauan Paskah tidak ada piramida karena kita tidak mengetahui adanya piramida di sana. Materi Diskusi dan Tugas 1) Jelaskanlah, apa yang dimaksud dengan kesempatan? 2) Salah satu penyebab timbulnya kesesatan dalam berlogika yaitu karena bahasa. Kesesatan karena bahasa ini bermacam-macam. Cobalah Anda buat satu contoh atau kasus untuk kesesatan karena: a) Term ekuvokal ; b) aksen ; c) makna kiasan ; dan d) amfiboli. 3) Penyebab kesesatan yang kedua yaitu kesesatan relevansi. Kesesatan ini akan terjadi jika seseorang menurunkan suatu konklusi yang tidak relevan dengan premisnya. Kesesatan karena faktor ini dapat dibedakan atas 10 (sepuluh macam). Cobalah Anda berikan masing-masing satu contoh atau kasus untuk: a) argumentum ad hominem ; b) argumentum ad verecundiam ; c) argumentum ad baculum ; d) argumentum ad misericordian ; e) argumentum ad populum ; f) kesesatan non cause pro cause ; g) kesesatan aksidensi ; h) kesesatan karena komposisi ; i) kesesatan karena pernyataan yang kompleks ; dan j) argumentum ad ignorantium. |
Senin, 19 Desember 2011
Mata Kuliah : Logika Berbahasa Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar